Semakin banyak kaum muda yang bermutu yang secara sengaja memilih meniti karier di 'jalur' organisasi masyarakat. Sebagai sebuah 'sektor kerja', dunia organisasi masyarakat sipil sedang dan
pasti akan terus berkembang. (anonim)
Di Internet, komunitas-komunitas demokrasi langsung, tanpa external authority, tanpa ruling class, dimana semua diperlakukan sama tumbuh berjamuran (anonim)

Membincang soal gerakan, pasti dekat dengan term perubahan, karena gerakan dan perubahan adalah hukum pasti, sebuah hukum sebab-akibat. Namun dalam kenyataannya klaim gerakan entah Gerakan sosial, politik, moral tidak selamanya berjalan sebagaimana yang dicita-citakan. Tantangan dan halangan senantiasa menghadang, baik dari dalam organ maupun dari luar.
Term gerakan mahasiswa akhir-akhir ini dianggap nyaris gagal, terbukti gerakan pasca ’98 kurang berhasil mengawal agenda reformasi. Sejumlah krisis yang dideritanya hingga saat ini kian parah, sebut saja krisis ide, krisis wacana, krisis massa, krisis orisinal. Di kebanyakan kampus didominasi wacana pilkada, parpol dan sejumlah masalah sektoral yang tak kunjung usai yang membuat gerakan diantara mereka terpolarisasi.
Dominasi secara inhern menurunkan dan merendahkan diri, karena meletakkan kehendak dan penilaian orang yang didominasi di bawah kehendak dan penilaian yang mendominasi, sehingga menghancurkan derajat dan harga diri yang hanya datang dari otonomi personal. Lagi pula, dominasi, memungkinkan dan pada umumnya memunculkan eksploitasi, yang merupakan akar dari ketidaksetaraan, ketidakadilan, kemiskinan, dan gangguan sosial.
Dominasi muncul, karena adanya segeintir orang yang mengaku memiliki kekuasaan. hukumnya seperti lingkaran setan rebut-pertahankan-rebut pertahankan dan seterusnya. Negara/korporasi adalah media langgengnya dominasi. Pengingkaran terhadapnya adalah sebuah kemestian jika kita ingin hidup bebas-merdeka. tanpa dominasi, tanpa ketidakadilan, tanpa tuan. Karena


andalah tuan bagi dirimu sendiri.
Namun saya masih yakin bahwa, masih ada kelompok kaum muda/mahasiswa yang tersisa dan bebas dari dominasi dan krisis seperti di atas. Yang masih giata mengasah otaknya dan nyali demi tegaknya keadilan dan kesejahteraan untuk semua.

PERJUANGAN BELUM BERAKHIR
Dalam analisis sosial, 3 elemen; pemerintah, pengusaha dan rakyat adalah titik tolak untuk mengambil sikap dalam lapangan sosial. Jika Pemerintah dan pengusaha berselingkuh maka “yakinlah sumpah bos” rakyat pun dilupakan. Ternyata ketidakadilan bukan hanya dinikmati oleh yang tinggal dipinggir kali, PK-5 dan korban-korban selingkuhan Govt-Corp lainnya. Data dan fakta menunjukkan bahwa biaya perang/militer jauh lebih besar untuk pelayanan kesehatan, pajak/royalty perusahaan raksasa seperti Microsoft, Nike, coa-cola dan lain menguasai hampir separuh kekayaan dunia, padahal 1/3 dari penduduk dunia hidup dalam kelaparan. Perjuangan aktivis TI untuk memurahkan/menggratiskan pengetahun pun tak luput dari intimidasi apparatus Negara.
Perjuangan Internet tanpa kabel mulai di rasakan pada tahun 1999 dimana dengan arogannya regulator meminta rakyat yang menggunakan peralatan internet tanpa kabel untuk membayar biaya hak penggunaan frekuensi yang mendekati 20jt/ tahun. Padahal peralatan internet tanpa kabel yang digunakan berharga hanya sekitar Rp 1-2 juta/buahnya; bahkan hari ini sebagian dapat diperoleh dengan biaya kurang dari lima ratus ribu saja, jelas biaya penggunaan frekuensi oleh regulator tidak masuk akal sama sekali. Setelah bertempur di bantu oleh banyak media massa, secara lisan pemerintah menyatakan bersedia untuk merevisi regulasinya. Di tahun 2003, negosiasi terakhir sebuah node Internet tanpa kabel harus membayar sekitar dua juta tujuh ratus ribu rupiah per tahun, tanpa prosedur pendaftaran yang jelas. Akibatnya tidak heran jika melihat aparat mengambil kesempatan menanyakan ijin penyelenggaraan Internet Service Provider, label regulator pada alat yang digunakan untuk akhirnya memalak seratus ribu rupiah setiap kali berkunjung; sukur-sukur tidak menyita peralatan seperti di Jakarta dan di kota-kota lainnya, yang harus di tebus senilai puluhan juta rupiah – memalukan.
Belakangan ini kita melihat cukup banyak jaringan radio komunitas, seperti, Serikat Paguyuban Petani Qaryah Tayyibah (SPPQT) di wilayah Semarang, Jaringan Radio suara petani (JRSP), Jaringan radio suara nelayan (JRSN), Jaringan Radio Suara Buruh, Jaringan radio komunitas Indonesia (JRKI) yang berlokasi di Jawa Barat dan DIY. Di Sumatera Barat, khususnya di Bukittinggi difasilitasi oleh Eltayasa, Riau oleh Riau Mandiri, di Fak-Fak Papua oleh Elpera. Sebagai contoh profile sebuah jaringan radio, Jaringan Radio Suara Petani (JSRP) mulai di bentuk tahun 1999, terutama di wilayah jawa barat. Mereka mempunyai paling tidak 600 radio komunitas di jaringan mereka di bawah pimpinan Ibu Ida Hidayat. Perjuangan radio komunitas berlangsung bertahun-tahun, apalagi di jaman Suharto yang sangat menekan media elektronik. Terutama di Jawa Barat, kisah penggrebekan, menyitaan peralatan oleh aparat merupakan hal yang paling mengenaskan bagi para pejuang radio komunitas. Memang, pada hari ini pemerintah telah mengeluarkan UU 32/2002 tentang media telah memasukan keberadaan radio komunitas ke dalamnya. Tapi dalam pelaksanaannya, radio komunitas hanya memperoleh alokasi tiga (3) buah channel di band FM. Pernahkan anda membayangkan enam ratus radio harus berebut tiga (3) buah channel, sedang sisa channel digunakan oleh mereka yang mempunyai uang untuk membeli frekuensi pada pemerintah. Kemanakah keberpihakan pemerintah?
Perjuangan menuju sebuah cita-cita sederhana untuk melihat bangsa Indonesia yang mampu bertumpu pada kekuatan otaknya; bukan ototnya. Sebuah bangsa yang dapat berjaya dari kemampuan berfikir bukan keringat dan bedil. Percepatan transformasi bertumpu pada kemampuan membangun dan mengoperasikan media telekomunikasi dan informasi. Sialnya, semua proses harus dilakukan tanpa tergantung pada pemerintah yang korup dan KKN, tanpa utangan Bank Dunia maupun IMF.

DON’T SAY JUST SIT THERE, DO SOMETHING

Diam melihat ketidakadilan adalah penghianatan. Apalagi yang mengaku kaum intelektual. Ada baiknya berhenti sejenak memikirkan ide-ide besar seperti revolusi, dan sedikit fokus pada “minimalis action” dan menularkannya kepada orang/kelompok disekitar kita di alam manapun, maya atau pun riil. Sebuah Pola gerakan mandiri, yang sama sekali tidak mengadopsi pola proyek dan utangan Bank Dunia menjadi contoh nyata bagi dunia. Seni-nya bagaimana supaya proses pembangunan dapat dilakukan secara mandiri tanpa bertumpu bantuan pemerintah, utangan bank dunia maupun IMF.
Faktor manusia sebetulnya menjadi kunci utama seluruh proses, bukan struktur, bukan birokrasi, bukan dana, bukan utangan Bank Dunia ataupun IMF, bukan keberadaan badan, lembaga, organisasi apalagi gedung megah beserta peralatan lengkapnya. Seperti hal-nya semua gerakan masyarakat, keberadaan sekelompok pemimpin informal yang ahli berpengetahuan, mempunyai visi ke depan dan bersih dari borok KKN akan sangat menentukan arah dan keberhasilan gerakan massa secara keseluruhan. Alhamdullillah, dalam gerakan infrastruktur telekomunikasi rakyat Indonesia, kelompok pemimpin ini cukup transparan dan mudah terlihat di komunitas Internet Indonesia. Para pemimpin gerakan Internet Indonesia kebanyakan muncul / hadir dari kalangan swasta, mereka memang bukan anggota DPR, bukan anggota partai, bukan Pegawai Negeri Sipil dan birokrat, tapi memberikan hasil nyata pada rakyat Indonesia. Pada akhirnya nilai seseorang tidak di tentukan oleh pangkat, jabatan, kekuasan, gelar, kepandaian, kekayaan maupun predikat duniawi lainnya. Nilai seseorang hanya di tentukan oleh manfaat seseorang tersebut bagi umat sekitarnya. Teknologi Informasi (TI) seperti juga teknologi lainya merupakan alat bantu
manusia untuk mencapai tujuan. Manusia dengan kekuatan otaknya yang akan menentukan kesejahteraan bangsa ini, pendidikan menjadi kunci utamanya bukan kekuasaan & kekuatan.
Fenomena gerakan yang mendorong partisipasi aktif sebanyak mungkin orang dapat kita lihat pada open source seperti freesoftware movement, GNU/Linux, dan Usenet atau situs tukar lagu menggunakan “consensus decision making” ketika mengambil keputusan. Bagi kaum Sosialis Liberal (salah satu cabang “anarkisme”) informasi bukanlah komoditi perdagangan. Mereka menginginkan informasi bagi semua orang, gratis. Di Internet, komunitas-komunitas demokrasi langsung, tanpa external authority, tanpa ruling class, dimana semua diperlakukan sama tumbuh berjamuran. Wikipedia, http://www.wikipedia.org situs ensiklopedi terbesar, juga menggunakan consensus decision making. Ketika netralitas content diperdebatkan, mereka menaruh symbol NPOV (neutrality point of view) dan mendebatkan dahulu sampai tuntas content yang bersangkutan. Kalau disetujui, baru diupload.
Nampaknya ada baiknya tren gerakan kaum muda/ mahasiswa memperjuangkan akses pengetahuan gratis seperti gratisnya cahaya matahari. Menyingkap tirai kebodohan massa yang senang diatur oleh penguasa yang sok mengatur. Sehingga dimasa depan setiap individu/komunitas memiliki kemampuan intelektual yang mumpuni, yang tidak rela menindas dan ditindas.
che_aam@yahoo.co.id

Sumber inspirasi:
Pengalaman Berjuang Tanpa Merengek Pemerintah Onno W. Purbo
Diskusi dengan peserta intermediate training BEM FT UNM Makassar
Menang Karena Pandai Bukan Karena Berkuasa September 25th, 2007 by Onno. InfoLinux
Menjadi Gerilyawan Dunia Maya,Teknik perang rakyat semesta secara perlahan dan bertahap diadopsi. Oleh Onno W. Purbo
Pemilihan Umum dan Ilusi Demokrasi, Mohamad Mova Al ‘Afghani
Tanpa judul, tanahmerahcommunity. http://rtmcode.blogspot.com
www.youtube.com, www.infolinux.com

Posted in