Kami merindukan alumni perguruan tinggi yang cerdas, progresif dan berani melakukan pilihan kerja di gerakan sosial atau digerakan apapun. Dengan niat suci perang terhadap neoliberalisme. Asumsi umum yang berlaku adalah aktivisme, pemihakan pada nilai kesederhanaan kebenaran dan keadilan hanya cocok diperjuangkan ketika kita masih menjadi aktif di lembaga kemahasiswaan (LK). Setelah itu selamat tinggal nilai-nilai luhur. Sehingga yang terjadi adalah ritual-ritual kosong yang dilakonkan oleh pengurus LK.

Yang tidak kita perlukan adalah ritual-ritual yang kini menjadi jargon kosong. Kita memang membutuhkan semacam platform untuk menentukan ke arah mana kita bergerak (tanggung jawab ekologis, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan demokrasi) dan apa yang kita lawan (kemiskinan, perang, rasisme, privatisasi serampangan, konsumerisme, dan lainnya). Tapi, pengulangan tema-tema ini jelas bukanlah fungsi utama forum-forum sosial. Peran sebuah forum sosial seharusnya adalah untuk mengidentifikasi komunitas civic atau kelompok-kelompok masyarakat sipil (baik di level global, regional, atau lokal) yang bekerja dalam isu yang serupa dan menghubungkan mereka sebelum forum itu dimulai sehingga mereka bisa menentukan agenda mereka sendiri dan, ketika akhirnya bertemu di forum, tinggal menjalankannya.


Kita sudah melihat bagaimana banyak orang dari akademisi hingga politikus dari hari ke hari makin yakin dan berani bilang, bahwa organisasi masyarakat sipil (untuk tidak semata menyebut organisasi 'nonpemerintah', karena ada non-yang lain, misalnya nonbisnis) adalah salah satu aktor penting dalam menentukan kebijakan pembangunan. Banyak universitas sudah membuka program studi tentang pembangunan dengan paradigma yang lebih progresif. Banyak badan publik membuka pintu dialog dengan berbagai organisasi masyarakat sipil. Makin banyak lulusan perguruan tinggi yang bermutu yang secara sengaja memilih meniti karier di 'jalur' organisasi masyarakat. Sebagai sebuah 'sektor kerja', dunia organisasi masyarakat sipil sedang dan pasti akan terus berkembang.

Studi terkini menyebutkan bahwa sektor itu secara global bernilai sekitar 1 triliun dolar dengan pekerja dan aktivis sejumlah 19 juta orang (Sustainability.com>, 2003). Tak hanya itu, indikator pembangunan dunia menyebutkan bahwa organisasi masyarakat sipil di negara maju telah menyalurkan hampir 10,5 miliar dolar hibah ke mitra-mitranya di negara-negara berkembang tahun 2001. Ini wajar karena 83.6% organisasi masyarakat sipil yang berorientasi internasional ada di negara maju (World Development Indicator, 2003). Hal inilah yang harus dimanfaatkan sebagai strategi untuk membuat aliansi-aliansi yang makin bermutu dan produktif. Karena tak bisa disangkal, soal kemandirian finansial organisasi masyarakat di negara-negara berkembang masih sangat rendah. Maka memang perlu 'inovasi manajerial dan strategik' yang lebih setara dan progresif.

Posted in