"Asketis Homoseksual" Foucault bukan meminta disurutkannya penderitaan,
tetapi meminta kenikmatan yang jauh lebih melimpah.
David Halperin, Saint Foucault

Sekarang tanggal 18 Agustus 2010, ini bertepat 1 hari setelah peringatan hari "Kemerdekaan negara RI" dan juga masih dalam bulan ramadhan dan itu artinya orang-orang yg beragama islam sedang menjalankan ibadah puasa. Saya tidak akan membahas tentang "Hari Kemerdekaan" malas dan muak meski sebenarnya sama memuakkannya dengan hal yg kedua tapi karena ada sesuatu yg menarik untuk dibahas tentang puasa maka jadilah tulisan ini.

Menurut seorang teman puasa yg dilakukan orang islam dalam bulan ramadhan seperti sebuah parodi yg idiotik, kalau di pikir-pikir secara rasional dan dikaitkan dengan realitas yang ada saat ini maka memang sulit untuk menolak pernyataan teman itu. Coba kita liat, bagaimana tidak idiot kalau sebelum puasa kita makan seenak dan sekenyang mungkin saat sahur kemudian saat berbuka kita lagi-lagi makan sepuas, seenak, dan sekenyang mungkin lalu setelah berbuka kita beranggapan kita telah melaksanakan ibadah puasa.
Hohohoho ... lucu memang.

Kalau berpuasa hanya menahan nafsu (makan, minum, marah, keserakahan, sex yg dangkal) maka lebih baik memang tak berpuasa karena kalau kita berpuasa itu hanya akan merendahkan makna dan tujuan berpuasa. Kalau berpuasa hanya menahan nafsu maka pastilah tujuannya untuk melawan hawa nafsu, kenapa hawa nafsu ingin dilawan ? bukankah manusia itu hidup dari kumpulan-kumpulan nafsu yg saling terkait. Mungkin ada yang berkata tujuan puasa bukan untuk melawan atau menghilangkan nafsu tapi mengontrol hawa nafsu, tujuan yg bagus tapi mana mungkin mengontrol apa lagi menghilangkan hawa nafsu kalau sebelum dan setelah berpuasa hawa nafsu itu tetap terlayani secara gila-gilaan (alih-alih mengontrol apalagi menghilangkan, ini nantinya hanya akan membuat hawa nafsu semakin gila. lihatlah fenomena menjelang berakhhirnya bulan ramadhan dan lihat apa yang terjadi setelah bulan ramadhan, Puasa hanya omong kosong). Ada sesuatu yang lebih dari sekedar melawan hawa nafsu ketika kita berpuasa, yaitu upaya menikmati sebuah penderitaan dari pelarangan makan, minum, marah, dan hubungan sex, dengan sebuah tujuan pengingkaran terhadap dunia yg pada akhirnya mereka yang berpuasa tidak menjadi apapun alias tidak menjadi apa-apa atau "tidak ada" (nothing). Ketika telah "tidak ada" maka apalagi arti kesenangan hawa nafsu, semua tidak berarti lagi. Kalau pun tetap makan dan minum itu tidak lebih dari kebutuhan biologis (rasa lapar dan haus, bukan sebuah life style atau gengsi) bahkan tidak makan dan minum pun bukan lagi masalah yang penting. Amarah, bukan lagi menjadi sesuatu yang bisa meledak begitu saja ... tetapi menjadi sesuatu yang tak lebih dari sebuah ekspresi terhadap sesuatu. Sebagaimana rasa lapar dan haus, sex juga tidak lebih akan sekedar menjadi kebutuhan biologis penyaluran libido sex dan sekedar jalan bagi mereka yang ingin menciptakan pelanjut generasinya (untuk masalah pelanjut generasi, ini terkait dengan kelahiran dan kematian. sex akan menjadi sesuatu yang memiliki posisi yang sama dengan kematian, tidak seperti sekarang dimana sex dianggap sebagai suatu kesenangan sementara kematian dianggap bagian terpisah dan sangat menakutkan. Sex dan kematian menjadi sesuatu yang tak dapat dipisahkan dan keduanya mendapat posisi yang mulia dalam kehidupan).

Masih banyak lagi hal lebih dalam puasa yang jauh dari sekedar menahan hawa nafsu.
Jika tak menemukan makna lebih dari puasa (bukan sekedar menahan hawa nafsu) maka bersiap-siaplah untuk kecewa karena puasa akan menjadi sesuatu yang tak lebih dari tindakan idiotik (sebagaimana pernyataan teman diatas).

So ... ?
Satu yang pasti yaitu menjadi "tidak menjadi apa-apa" atau "tidak ada" alias "NOTHING"

~ sisipush ~

Posted in Label: ,