MUDIK (semoga saja)

(9.18.2009)

Beberapa hari lagi Lebaran, berduyun-duyun orang pulang ke kampung halaman tempat dimana secara biologis mereka dilahirkan. Mengunjungi orang tua, saudara, kerabat dan tetangga biologis mereka. Melihat itu semua sebuah pertanyaan muncul di kepala saya, adakah yang mudik ke kampung halaman jiwanya ? Tempat dimana jiwa murninya lahir. Tempat dimana jiwanya yang suci, liar dan genit masih terpelihara. Tempat dimana jiwanya belum tercemari oleh etika, moral, dan segala macam aturan yang diciptakan manusia untuk menguasai dan mengontrol yang lain. Tempat dimana segala macam peradaban belum mengotorinya.
Mungkinkah ada manusia yang mudik ke sana ? mungkinkah ada manusia yang pulang ke kampung halaman jiwanya, menziarahi orang tua jiwanya ?

Sesampai di kampung halaman tempat dimana secara biologis mereka dilahirkan, orang-orang bercerita banyak kepada bapak, ibu, saudara, kerabat, tetangga, teman-teman mereka tentang perjalanan hidupnya di perantauan. Mereka menceritakan pahit-getir kehidupan di perantauan. Mereka terkadang menangis atau tertawa di sela-sela cerita mereka. Begitulah romantisme pulang ke kampung halaman dimana mereka diliharkan secara biologis, namun adakah orang-orang yang kembali ke orang tua jiwanya sembari bercerita tentang pahit-getirnya kehidupan mereka sembari menangis atau tertawa ?

Semoga banyak jiwa-jiwa yang pulang ke kampung halamannya bertemu orang tua jiwa mereka dan semoga jiwa itu adalah jiwa-ku, jiwa-mu dan jiwa kita semua. Semoga jiwa-jiwa yang kembali tidak menjadikan kepulangan yang membahagiakan itu sebagai sesuatu yang semu seperti semu-nya kebahagiaan ketika pulang ke kampung halaman dimana mereka dilahirkan secara biologis.

Semoga saja

***

Ini semua secara subjektif terlintas di pikiran kotorku saat menempuh perjalanan pulang ke rumah, diatas sebuah angkot sembari memperhatikan kesibukan orang-orang mempersiapkan diri menyambut lebaran. Hadir di sela-sela gambaran wajah-wajah lugu dan polos kemenakan-kemenakanku yang tak ku ketahui kelak mereka akan jadi apa, yang tak ku ketahui zaman yang nantinya akan mereka hadapi, yang tak ku ketahui kehidupan yang bagaimana yang akan mereka tempati hidup nantinya. aku hanya berharap jika mereka tak dapat atau tak ingin mengambil peran memperbaiki dunia yang rusak ini, semoga mereka tidak menjadi sumber bencana dan kehancuran bagi kehidupan ini.

Semoga saja

By : anonim*

* identitas penulis ada pada administrator

Posted in