Bulan ini di lingkaran rtmcode di dunia maya setidaknya ada 2 hal yang dapat dijadikan inspirasi, utamanya para pengunjung setia blog komunitas tanah merah. pertama kru tm Ismail amin, penulis produktif, kembali menyemangati kita, lewat tulisannya yang dimuat di
portal tribun timur. Berikut kutipan singkatnya.

Khutbah-khutbah perlawanan Imam Khomeini kembali diperdengarkan, di antaranya yang paling sering adalah khutbah tahun 1963 yang membuatnya harus terbuang ke Turki, "Demi Allah, berdosalah orang yang tidak mau protes! Demi Allah, berdosa besar orang yang tidak mau berteriak, Adakah yang lebih buruk dari keterjajahan?

Begitu memasuki Februari, rakyat Iran disibukkan oleh hari-hari peringatan revolusi. Hari kemenangan revolusi Islam 30 tahun lalu, bertepatan dengan 11 Februari tahun 1979, dalam penanggalan Iran tanggal 22 Bahman 1357 HS.
Suasana gegap gempita dimulai dari sepuluh hari sebelumnya, yang merupakan hari kedatangan Imam Khomeini di Iran setelah pengasingannya di Perancis. Di seluruh pelosok negeri rakyat Iran melantunkan senandung kemenangan, Istiqlal, Ozodi, Jumhuri-e Islami (Independensi, Kebebasan dan Republik Islam).
Gerakan massa yang dipimpin Imam Khomeini berhasil menumbangkan kekuasaan Rezim Syah Pahlevi. Kemenangan itu sekaligus membuktikan kekuataan massa tanpa senjata melawan rezim yang terkuat di Timur Tengah kala itu.
Kemenangan revolusi Islam membuka lembaran baru bagi negara ini. Rakyat Iran memasang gambar-gambar Imam Khomeini, gambar para syuhada dilengkapi kata-kata perlawanan terhadap berbagai macam kezaliman dan penindasan.
Bendera Iran yang di tengahnya bertuliskan kalimat La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah) berkibar di mana-mana. Suasana revolusi 30 tahun silam memang sangat heroik, dan sulit untuk dilupakan rakyat Iran.
Jutaan orang turun ke jalan dalam mobilisasi massa terbesar sepanjang sejarah revolusi-revolusi dunia, berhadapan dengan kekuatan militer terkuat kelima di dunia. Dalam pertempuran demi pertempuran sebelum dan pasca revolusi lebih dari satu juta rakyat Iran yang menjadi syuhada akibat perang revolusi ini.
Kekuatan kolosal kaum ploretar yang tak pernah menjadi perkiraan pengamat politik, menjatuhkan rezim dinasti yang sempat dirayakan hari jadinya yang ke 2.500 tahun 1971 oleh Syah Pahlevi. Revolusi ini juga dikenal dengan sebutan Revolusi Bunga, sebab rakyat Iran menghadapi kekuatan militer Syah dengan lontaran bunga.
Pada saat itu, Michel Foucault (cendekiawan Perancis) yang berada di Teheran menulis sebuah artikel berjudul, Mimpi Apa yang Dibayangkan Warga Iran. Disebutkannya, 10 bulan rakyat Iran berhadap-hadapan dengan rezim yang memiliki persenjataan paling lengkap dan personel polisi yang paling mengerikan di dunia. Itupun dengan tangan kosong dan tanpa melakukan perlawanan senjata, serta dengan keberanian dan tekad besar yang akhirnya mampu memukul militer.
Dalam Revolusi Iran , agama menjadi poros dan motor penggerak perjuangan dan pengorbanan bangsa Iran . Pierre Blanche, wartawan Perancis yang melihat langsung partisipasi epik masyarakat Iran sekan-akan tidak percaya dan menyebut Revolusi Iran adalah Revolusi para Malaikat.
selengkapnya baca "> disini


Kedua, Noam Chomsky dikenal luas karena kritikannya terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dan karya-karyanya sebagai seorang ahli linguistik. Yang justru kurang dikenal darinya adalah dukungannya yang terus menerus bagi tujuan-tujuan sosialis libertarian. Dalam wawancara khusus dengan Red and Black Revolution (RBR), Chomsky memaparkan pandangannya mengenai Anarkisme dan Marxisme, dan prospek sosialisme kini. Wawancara ini dilaksanakan pada bulan Mei 1995 oleh Kevin Doyle. berikut kutipan singkat wawancaranya

RBR: Pertama, Noam, Anda sudah cukup lama menjadi penganjur ide-ide anarkis. Banyak orang cukup akrab dengan kata pengantar yang Anda tulis pada tahun 1970 untuk Anarchism, tulisan Daniel Guerin, namun, baru-baru ini, misalnya dalam film Manufacturing Consent, Anda mengambil kesempatan untuk menunjukkan kembali potensi anarkisme dan ide-ide anarkis. Apa sih yang membuat Anda tertarik pada anarkisme?

CHOMSKY: Saya tertarik pada anarkisme sejak masih muda, segera setelah saya mulai berpikir tentang dunia melampaui secara lebih luas, dan saya belum melihat alasan yang cukup untuk mengubah pemikiran awal saya tersebut. Saya pikir, adalah benar untuk mencari dan mengidentifikasi struktur kekuasaan, hirarki dan dominasi dalam semua aspek kehidupan, dan untuk menentangnya; kecuali ada pembenaran yang bisa diberikan terhadap hal tersebut, struktur-struktur tersebut tidak sah, dan harus dihancurkan, untuk meningkatkan lingkup kebebasan manusia. Itu mencakup kekuasaan politik, kepemilikan dan manajemen, hubungan laki-laki dan perempuan, orang tua dan anak-anak, kontrol kita terhadap nasib generasi mendatang (dorongan moral mendasar di belakang gerakan lingkungan hidup, menurut pandangan saya), dan masih banyak lagi. Tentu saja ini merupakan tantangan terhadap institusi raksasa koersi dan kontrol: Negara, tirani privat yang tidak bertanggung jawab yang mengendalikan hampir seluruh ekonomi, dan sektor-sektor lain, domestik dan luar negeri. Tapi, tidak hanya itu saja. Itu adalah apa yang selalu saya anggap sebagai inti anarkisme: keyakinan bahwa beban pembuktian mesti diletakkan di pundak otoritas. Bila tak dapat membuktikan argumen keberadaannya, otoritas tersebut harus dihancurkan. Kadang-kadang beban tersebut dapat dipenuhi. Jika saya sedang berjalan-jalan dengan cucu-cucu saya dan mereka tibatiba berlari ke tengah jalan yang ramai, saya akan menggunakan tidak saja otoritas, melainkan juga paksaan fisik untuk menghentikan mereka. Tindakan tersebut harus ditantang, namun saya pikir, tindakan tersebut dapat menjawab tantangan tersebut. Dan terdapat pula berbagai kasus lain; kehidupan merupakan sesuatu yang kompleks, kita memiliki sangat sedikit pemahaman terhadap manusia dan masyarakat, dan pernyataan yang luas pada umumnya lebih mungkin salah daripada benar, bahkan bisa membahayakan. Namun perspektif ini tetaplah valid, menurut saya, dan bisa membantu kita cukup banyak.

Di luar generalisasi semacam itu, kita bisa mulai melihat permasalahan, dan di situlah pertanyaan mengenai kepentingan manusia dan keperdulian mulai muncul.
yang berminat membaca hingga tuntas wawancaranya silahkan kunjungi
pustaka otonomis

bukanji admin

Posted in

Demokrasi adalah konsep yang sangat tua yakni Abad ke-6 sebelum Masehi sampai dengan pertengahan abad ke 4 sebelum Masehi dan di praktekkan di polis-polis (Negara kota) di Athena dan sekitarnya. “People” dalam konteks Yunani Kuno adalah warga Negara laki-laki.
Demokrasi yang dikenal sekarang adalah perpaduan dari dua konsep yang sama sekali berbeda. Pertama, konsep demokrasi (demos dan cratein) yang memang berakar dari tradisi Yunani Kuno dan Kedua, konsep representasi yang berakar dari sistem feodal. Kedua hal ini menghasilkan apa yang disebut dengan Representative Democracy atau demokrasi perwakilan. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga ini berkembang menjadi salah satu kamar dalam parlemen negara-negara, seperti kelihatan nyata-nyata dalam parlemen tertua di dunia, yakni House of Commons dalam Parlemen Inggris.

Agenda pembangunan demokrasi di banyak negara Dunia Ketiga saat ini tidak bisa dilepaskan dari proyek globalisasi ekonomi yang dimotori oleh negara-negara maju (Barat), yang secara aktual semakin mempolarisasi dunia ke dalam ruang-ruang ketidakadilan dan ke-tidaksetara-an (global spaces of injustice and inequality). Berbagai rezim pemerintahan di Dunia Ketiga menyepakati kepentingan untuk memfasilitasi tumbuhnya institusi dan praktek demokrasi yang memungkinkan ruang yang lebih luas bagi intervensi negara-negara Dunia Pertama sebagai pemberi donor dari proyek pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga itu. Secara khusus, intervensi ini mewakili kepentingan ekonomi untuk mengorientasikan negara-negara Dunia Ketiga berintegrasi ke dalam sistem pasar global meskipun kondisi yang memungkinkan bagi proses integrasi itu tidak setara. Menurut Noam Chomsky (1996), kondisi ketidaksetaraan dalam globalisasi ini merupakan suatu agenda imperialisme mutakhir yang secara ironis difasilitasi oleh kanal-kanal (saluran) demokrasi dimana rezim pemerintahan terpilih sebagai representasi dari konsituennya. Jadi dapat dikatakan, efek politik representasi sangat memungkinkan membuka peluang bagi praktik-praktik demokrasi yang distorsif.

Demokrasi kerap disamakan dengan pemilu. Indonesia yang dianggap sebagai penyelenggara demokrasi “tersukses” sejak pemilu 2004. namun bersamaan dengan predikat tersebut jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat, ketidakpedulian pemerintah terhadap warga negara semakin nyata. Dan negara seolah tak peduli dengan warganya. Pemerintah lebih sibuk menjamu para investor/ pemodal, menyediakan hidangan undang-undang, regulasi dan semacamnya daripada memenuhi hak konstituennya. Benarkah demokrasi hanya melahirkan kesengsaraan bagi masyarakat ?, hanya sebagai alat eksploitasi rakyat dan sumber daya alam.
Fenomena-fenomana yang terjadi semakin meneguhkan pandangan banyak kalangan bahwa Power tends to corrupt. Demokrasi perwakilan tidak mungkin dilaksanakan tanpa distorsi. Ketika para wakil rakyat sudah duduk di parlemen, maka mereka memiliki kepentingan yang relatif berbeda dari kepentingan yang diwakilinya. Seringkali, mereka berpendapat bahwa mereka lebih mengetahui apa yang terbaik untuk para pemilihnya. Hal ini akan mendistorsikan aspirasi. Ada beberapa alternatif yang dapat dijadikan wacana selain demokrasi perwakilan. upaya untuk meminimalisir distorsi aspirasi yaitu inisiasi warga, referendum dan recall. Alternatif lain yang harus dilakukan untuk mengkompensasi distorsi aspirasi dalam Demorasi Perwakilan adalah lembaga Promulgasi. Kira-kira, promulgasi itu sama dengan ketika para pengawal raja pada zaman kolonial pergi ke tengah pasar, membunyikan terompet dan membuka gulungan kertas serta mengumumkan titah raja kepada khayalak ramai. Alternatif lain adalah anarkisme.
Berlainan dengan anggapan umum bahwa anarkisme adalah keadaan kacau balau, a-narchos berarti tanpa penguasa. Dalam filosofi anarkisme, istilah ini dipergunakan secara positif untuk menggambarkan masyarakat tanpa penguasa dan tanpa hukum yang segala sesuatunya diusahakan bersama secara sukarela.

Selain alternatif-alternatif di atas. yang membutuhkan perjuangan panjang untuk mewujudkannya. Kita dapat belajar banyak dari Eksiklopedia raksasa, Wikipedia. Wikipedia yang diciptakan oleh Jimmy Wales dan Larry Sanger pada tahun 2001 tumbuh dengan pesat. Kisah sukses Wikipedia merupakan contoh nyata dari apa yang disebut sebagai "collective wisdom from the crowd". Dimana, setiap orang dapat menyumbangkan artikel baru, artikel yang ada di Wikipedia dapat disunting dengan mudah. Artinya setiap orang dapat memberikan informasi yang benar atau salah. Namun nyatanya kredibilitas wikipedia tetap terjaga. Apa yang khas dari model sunting dan edit artikel di Wikipedia.

Ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh Wikipedia yaitu, pertama, adanya keragaman pendapat. Kedua,adanya kebebasan berpendapat, namun pendapat seseorang tidak ditentukan oleh pendapat orang-orang disekitar mereka.Tidak seperti kepanikan investor di pasar modal, atau ikutan yel-yel dalam kampanye politik atau demonstrasi. Ketiga, adanya Desentralisasi. Masing-masing orang mampu mengemukakan pendapat berdasarkan local knowledgenya.Ada hak otonom yang dimiliki oleh setiap individu untuk menentukan pendapat, sikap, ekspresi tanpa ada dominasi ataupun anjuran yang sifatnya mengikat dari atasan/pusat, yang mirip-mirip dengan doktrin, surat perintah dan semacamnya. Ciri yang terakhir adalah adanya metode yang baik untuk mengumpulkan pendapat masing-masing orang dan diolah menjadi sebuah KEPUTUSAN KOLEKTIF.
Dengan demikian kita dapat mengurangi tangan-tangan Totalitarianisme.
Pelajar yang baik adalah berupaya mempraxiskan pelajarannya (mail)

Alamyin, pegiat di kios penguin makassar.
o-+

Posted in