Apakah pekerjaan yang lebih mulia, atau yang lebih bernilai bagi Negara,
dari pada mereka yang mengajar generasi yang sedang bertumbuh ?
Cicero

Maafkan saya jika harus memberi judul pada tulisan saya ini dengan Pesan …dst, saya tidak punya pembendaharaan kata selain itu. Iyalah, sangat tidak wajar jika saya, yang masih juga mahasiswa, memberikan pesan kepada mereka yang berprestasi ‘luar biasa’ telah menyandang gelar kesarjanaan dan telah pula diangkat menjadi guru. Setidaknya apa yang saya lakukan ini semoga sudi dijadikan sebagai bahan pemicu refleksi agar kita dapat secara subyektif melihat realitas dunia pendidikan kita sekarang, dan sepakat bahwa masalah pendidikan adalah urusan KITA semua.

Kutulis sepenggal pesan untukmu sahabatku
Dariku yang rindu pengajar-pengajar yang ramah namun berwibawa
Yang tak sudi lagi ditumpulkan otaknya oleh penataran-penataran pesanan
Yang tak lagi berselingkuh dengan penerbit buku untuk dapat obyekan
Yang tak menerima dihinakan dengan gaji yang tak cukup
Yang cinta pada muridnya tak kalah dengan kecintaan ibu pada anak kandungnya
Yang sadar bahwa keunggulan otak meskipun penting tapi bukanlah segala-galanya
Yang sadar bahwa tiap murid punya keunikan yang membedakannya dengan yang lain
Yang memahami proses perkembangan peserta didiknya
Yang mampu mendampingi muridnya untuk menemukan dirinya
Yang kerelaannya berkorban tak lagi dimanipulasi gelar, pangkat dan golongan
Yang iman dan ketaqwaannya mempesonakan dan menjadi teladan untuk murid-muridnya
Sobat, ajarilah mereka menempuh perjalanan menuju Tuhannya
Terimalah mereka dan cintai apa adanya
Jangan pernah larang mereka bermain dan bercanda
Tatap mereka sebagai manusia yang sedang berproses
Bukan celengan apalagi perkutut
Pandanglah mereka sebagai mitra bukan bawahan ataupun babu
Jadilah GURU bukan sekedar PENGAJAR
Pengajar sudah terlampau banyak di negeri ini
Sehingga sulit membedakan mereka dengan tempe
Dan pengajar belum tentu guru…


>>> Pengajar identik dengan pekerjaan yang memiliki masa pensiun yang tahunya hanya mengajar bukan mendidik, sehingga mudah terjebak pada usaha meningkatkan kesejahteraan hidupnya terlebih dulu, lebih sibuk mengejar poin demi kenaikan pangkat dan golongan dan memandang muridnya sebagai bawahan, memfokuskan perhatian pada keunggulan otak murid-muridnya yang dinilai lewat ujian, test dan semacamnya, dan membatasi murid-muridnya hanyalah yang membayar uang sekolah atau uang pengajaran. Sedang guru adalah profesi yang ditekuni sebagai panggilan jiwa dalam mempersiapkan benih-benih kepemimpinan bangsa di masa depan siapapun mereka, mereka menguasai pengetahuan tertentu dengan baik, punya kompetensi tertentu, dan punya sikap professional. Yang menjadi fokus perhatian mereka adalah kebenaran, keadilan, dan cinta kasih dalam pengertian yang seluas-luasnya. Dalam setiap perjuangannya tidak menganggap kedudukan, harta dan kekuasaan sebagai tujuan akhir tetapi menjadikan itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Mereka tak mengenal kata pensiun, mereka akan terus menabur tanpa henti benih-benih kehidupan masyarakat bangsa dan ummat manusia untuk masa yang akan datang.

Begitulah teman-temanku, alhasil sebagai ‘kaum intelektual’ kita-kita memikul "hutang sejarah" untuk mengamalkan pengetahuan yang telah dikunyah-kunyah. Agar ia tidak berlalu begitu saja tanpa pesan dan kesan. Jika hutang itu tidak jua dilunasi, ia kelak menjadi bayang-bayang hitam yang mengganggu ketentraman batin, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban, ia akan selalu mengejar bagai kutukan.
Tulisan ini mengajak kita gelisah dan resah ilmiah. Semoga ia berguna menjadi patron bagi kita tentang frame of reference dan field of experience dalam kancah pergulatan ilmu pengetahuan. Bukannya mengajarkan ilmu hanya sekedar untuk bekerja mencari uang melainkan untuk memanusiakan diri untuk lebih manusiawi dan bermanfaat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Maafkan kalau ada yang salah dari pesan ini,
Ayo segera jalan kawan ! Kembangkan diri menuju professional ! menjadi hamba yang dicintai dan mencintai… lebih senang memberi daripada menerima, lebih banyak berbuat dari sekedar berbicara..
Yang tidak pelit memuji dan tidak boros menghujat… dan jadilah guru … bukan pengajar
Ilalliqa’, semoga kami bisa segera menyusul, raih sukses dunia untuk akhirat yang abadi….
Wallahu ‘alam bisshawwab

Ismail Amin, sementara di Iran
Pernah ikut-ikutan teman kuliah di UNM

Posted in