Suatu hari, sekolompok anak muda melakukan refresing di jalan. Namun tak ada yang yang ketahui darimana mereka berasal, institusi apa yang mereka wakili. Ketika seorang wartawan bertanya kepada seorang crew longmarch (LM). Dia hanya menjawab “kami kelompok seniman”.

Sepanjang jalan yel-yel diteriakkan.
Rencong marencong… Rencong marencong
No justice no peace
No government no corrupt
Protes, against, injustice, state terror
On the street of the world dst…
Secara bergantian. Mereka pun bergantian bernyanyi, “berorasi” hingga goyangan yang gemulai.


Sebagaimana biasanya, setiap ada ribut-ribut dijalan, polisi tidak mau kehilangan berita/info, kaya’ wartawan aza. Ia pun mengikuti kelompok seniman tersebut yang mengenakan pakaian hitam-hitam dengan muka tertutup, maksudnya mata tetap kelihatan.
Hei bos…. Kemana tujuan aksinya? Tanya pa polisi. Nda ada.
Sampai dimana?, sampai capek kata seorang personil.
Issunya apa? Baca sendiri, sambil crew LM menyodorkan selebaran.
Issu pilkada ya? Lanjut polisi
Nda ada urusan dengan pilkadA.
Polisi semakin mengejar informasi, maklum entar lagi hujan. Akhirnya dia pun megajukan pertanyaan pamungkas. Siapa Korlap aksinya ?. crew pun menjawab dengan santai “ si gombloh” yang mana orang, sela polisi. Ada dibelakang pa’ lagi beli rokok.
Pak police pun, berhenti sejenak menunggu si Gombloh yang sebenarnya tidak akan pernah datang hingga kiamat datang. Crew LM melanjutkan perjalanannya sambil menari dan tertawa ha..ha..ha.

dikirm ole bh01.


Posted in


Kami merindukan alumni perguruan tinggi yang cerdas, progresif dan berani melakukan pilihan kerja di gerakan sosial atau digerakan apapun. Dengan niat suci perang terhadap neoliberalisme. Asumsi umum yang berlaku adalah aktivisme, pemihakan pada nilai kesederhanaan kebenaran dan keadilan hanya cocok diperjuangkan ketika kita masih menjadi aktif di lembaga kemahasiswaan (LK). Setelah itu selamat tinggal nilai-nilai luhur. Sehingga yang terjadi adalah ritual-ritual kosong yang dilakonkan oleh pengurus LK.

Yang tidak kita perlukan adalah ritual-ritual yang kini menjadi jargon kosong. Kita memang membutuhkan semacam platform untuk menentukan ke arah mana kita bergerak (tanggung jawab ekologis, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan demokrasi) dan apa yang kita lawan (kemiskinan, perang, rasisme, privatisasi serampangan, konsumerisme, dan lainnya). Tapi, pengulangan tema-tema ini jelas bukanlah fungsi utama forum-forum sosial. Peran sebuah forum sosial seharusnya adalah untuk mengidentifikasi komunitas civic atau kelompok-kelompok masyarakat sipil (baik di level global, regional, atau lokal) yang bekerja dalam isu yang serupa dan menghubungkan mereka sebelum forum itu dimulai sehingga mereka bisa menentukan agenda mereka sendiri dan, ketika akhirnya bertemu di forum, tinggal menjalankannya.


Kita sudah melihat bagaimana banyak orang dari akademisi hingga politikus dari hari ke hari makin yakin dan berani bilang, bahwa organisasi masyarakat sipil (untuk tidak semata menyebut organisasi 'nonpemerintah', karena ada non-yang lain, misalnya nonbisnis) adalah salah satu aktor penting dalam menentukan kebijakan pembangunan. Banyak universitas sudah membuka program studi tentang pembangunan dengan paradigma yang lebih progresif. Banyak badan publik membuka pintu dialog dengan berbagai organisasi masyarakat sipil. Makin banyak lulusan perguruan tinggi yang bermutu yang secara sengaja memilih meniti karier di 'jalur' organisasi masyarakat. Sebagai sebuah 'sektor kerja', dunia organisasi masyarakat sipil sedang dan pasti akan terus berkembang.

Studi terkini menyebutkan bahwa sektor itu secara global bernilai sekitar 1 triliun dolar dengan pekerja dan aktivis sejumlah 19 juta orang (Sustainability.com>, 2003). Tak hanya itu, indikator pembangunan dunia menyebutkan bahwa organisasi masyarakat sipil di negara maju telah menyalurkan hampir 10,5 miliar dolar hibah ke mitra-mitranya di negara-negara berkembang tahun 2001. Ini wajar karena 83.6% organisasi masyarakat sipil yang berorientasi internasional ada di negara maju (World Development Indicator, 2003). Hal inilah yang harus dimanfaatkan sebagai strategi untuk membuat aliansi-aliansi yang makin bermutu dan produktif. Karena tak bisa disangkal, soal kemandirian finansial organisasi masyarakat di negara-negara berkembang masih sangat rendah. Maka memang perlu 'inovasi manajerial dan strategik' yang lebih setara dan progresif.

Posted in



PEMERINTAH (GOVT) tidak akan memberimu apa-apa kecuali kau mencium pantatnya, menjilat bokongnya atau bahkan menjadi anjingnya.
(anonymous)

Di seantero dunia, setiap menjelang suksesi kepemimpinan (pemilu kata orang indonesia) mereka pun mengumbar janji, kesejahteraan, keamanan dan sejumlah janji serapah. Diumbar ibarat lelaki buaya merayu gadis. Suksesi selesai, ada pemenang ada yang kalah. Setelah itu cerita tidak perlu dilanjutkan karena akibatnya adalah kesengsaraan dipihak masyarakat, rakyat kebanyakan. Sungguh kasihan dan menyedihkan.


Haruskah kita terus menjadi korban?, dan diam melihat itu semua adalah pengingkaran terhadap eksistensi diri. Konon, pada awalnya kita diciptakan bebas-merdeka oleh tuhan. Namun seiring berjalannya waktu kebebasan, percaya diri dirampas oleh institusi dimana kita pertama kali mengenal huruf (sekolah), atau industri/korporasi ketika kita jadi buruh/karyawan, atau dengan ikhlas dan sukarela diserahkan pada negara dengan asumsi kita tidak bisa mengatur diri kita sendiri. Akibatnya keberadaan ribuan bahkan puluhan juta orang ditanggung/dijamin/diatur oleh segelitir orang (presidan,raja,pm dsb) dan teman-temannya. Dominasi segelitir orang terhadap banyak orang. Dominasi secara inhern menurunkan dan merendahkan diri, karena meletakkan kehendak dan penilaian orang yang didominasi di bawah kehendak dan penilaian yang mendominasi, sehingga menghancurkan derajat dan harga diri yang hanya datang dari otonomi personal. Lagi pula, dominasi, memungkinkan dan pada umumnya memunculkan eksploitasi, yang merupakan akar dari ketidaksetaraan, ketidakadilan, kemiskinan, dan gangguan sosial.

Dominasi muncul, karena adanya segeintir orang yang mengaku memiliki kekuasaan. hukumnya seperti lingkaran setan rebut-pertahankan-rebut pertahankan dan seterusnya. Negara/korporasi adalah media langgengnya dominasi. Pengingkaran terhadapnya adalah sebuah kemestian jika kita ingin hidup bebas-merdeka. tanpa dominasi, tanpa ketidakadilan, tanpa tuan. Andalah tuan bagi dirimu sendiri.

Dan akhirnya andalah penentu semua hidup anda,ingin santai atau tersiksa rutinitas yang membosankan.

Terakhir sekali:
Bukan ku enggan pikirkan masa depan,
tapi ku enggan hidupku jadi beban,
terjebak aturan yang menyesatkan (song).

Posted in